SESANTI SUMARAH

SESANTI SUMARAH
Luhuring bangsamu mbenjang kawasesa Iman suci

Selasa, 23 Mei 2023

Perwujudan Ilmu Sumarah

    Diakui, penulis bukanlah seorang ahli dalam menjabarkan suatu masalah, apalagi yang berhubungan dengan hal-hal yang berbau spiritual, hanya saja karena ingin ikut serta meramaikan suasana hiruk pikuknya mengeluarkan pendapat berdasar pengetahuan dan pengalaman yang pernah penulis terima dan alami, tentunya yang relevan dengan perkembangan masa kini, maka dengan tulisan inilah penulis berupaya untuk menyampaikan sesuatu hal yang mudah-mudahan ada manfaatnya bagi masyarakat utamanya yang suka mendengarkan hal-hal yang bernuansa kerokhanian yang ingin mengenal Ilmu Sumarah..

    Ilmu Sumarah, pertama kali diturunkan Tuhan YME lewat Bapak Soekino Hartono seorang bersuku Jawa yang setelah melalui proses tawar menawar dengan Tuhan YME karena merasa sangat tidak mampu, pada akhirnya mau melaksanakan perintah (Dhawuh) Tuhan YME dalam rangka "Membulatkan Iman (keyakinan akan adanya Allah/Tuhan YME)" bagi bangsa Indonesia ini yang saat itu dijanjikan akan diberi kemerdekaan. Pelaksanaan perintah itu dijalankan dengan syarat Pak Kino (sebutan bagi Bp. Soekino Hartono) hanya bertugas sebagai Warono (corong penyampai lewat lesan) sedangkan seluruh Ilmu/Ajaran/Tuntunan mutlak dari Allah Tuhan YME. Dari syarat ini pula, maka secara hakekat pembelajaran di Sumarah tidak dikenal istilah Guru dan Murid. Yang lebih senior bisa diserahi sebagai Pamong untuk sekedar memberikan pengarahan dalam praktek Sujud, sedangkan Ilmu Sumarahnya dari Tuhan YME sendiri (melalui Khakiki), yang terkadang tersalurkan lewat sang Pamong yang saat itu juga berfungsi sebagai Warono

Pada awalnya Ilmu itu diturunkan tahap demi tahap, secara berkesinambungan lewat penuturan Pak Kino pada setiap pertemuan latihan sujud Sumarah bersama para peminat pada waktu itu. Ternyata tugas sebagai Warono itu tidak berhenti pada Pak Kino saja. Awalnya petunjuk bahwa siapa saja bisa berfungsi sebagai Warono atas kehendak Tuhan YME , hal itu ada dalam wewarah Pak Kino sendiri Dalam perkembangan berikutnya sebutan Warono ini juga pernah disandang Pak Suhardo, Bp. dr. Soerono, Pak Arymurti dan lain-lain. Hanya saja secara mayoritas yang dianggap sebagai warono besar sampai saat ini  hanya Pak Kino dan Pak Arymurti yang sempat wewarah/ajarannya dibukukan oleh DPP Paguyuban Sumarah. Ternyata isi kedua buku tersebut sangat berbeda baik dalam sistem penjelasan, struktur maupun cara mempraktekkannya, syukurlah hal tersebut tidak menimbulkan akibat fatal misalnya terjadinya perpecahan diantara warga apalagi sampai perpecahan organisasi seperti terjadi pada beberapa paguyuban penghayat kepercayaan dan juga pada agama. Perbedaan pendapat dianggap hal yang biasa, mungkin karena di hati warga sudah tertanam dalam bunyi sesanggeman Sumarah nomor 6 ......ngaosi ing sesami mboten nacad kawruhing liyan...... (menghargai sesama tidak mencela pendapat/pengetahuan orang lain).

Selain itu ada juga istilah "Ilmu Sumarah iku nut jaman kelakone", artinya Ilmu Sumarah itu bukan Ilmu yang harga mati (terlalu baku) seperti terdapat dalam ayat-ayat ataupun Surat-surat di Kitab Suci. Ilmu/petunjuk yang diturunkan Tuhan lewat Sumarah (disebut Ilmu Sumarah) bersifat temporer dan boleh dimaknai secara umum, secara kelompok bahkan secara pribadi, penyeragaman akan dan bisa terjadi tanpa paksaan, secara luwes didasarkan atas perkembangan kesadaran masing-masing. Sepanjang hal tersebut tidak mencelakai banyak orang bahkan pada kenyataannya bermanfaat bagi masyarakat umumnya, maka seharusnyalah kita menerima dan melaksanakan petunjuk/Dhawuh tersebut. Itulah sebabnya dalam Sesanggeman Sumarah nomor 9 tertulis : Mboten fanatik, namung pitados dhateng kasunyatan ingkang tundhonipun murakabi dhateng bebrayan umum. Artinya kurang lebih : Sanggup untuk tidak fanatik (merasa paling benar), hanya percaya pada hakekat kenyataan yang pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat umum.

Pada masa-masa awal di jaman Pak Kino berfungsi Warono, maka hampir semua tuntunan/ajaran yang tersalur lewat lesan beliau tentu berbentuk tembang (jenis Mocopat), dan ini bukan hasil karangan beliau yang kemudian harus dihafal oleh warga. Keluarnya tuntunan/ajaran/wewarah tersebut spontan dalam suasana Sujud Sumarah ing Allah, sambung menyambung dari satu bait ke bait-bait berikutnya, yang kemudian berganti jenis lagu (misalnya semula Kinanti kemudian berganti Pucung, berganti lagi Sinom atau lainnya), suatu hal yang tidak masuk akal, tapi itulah yang terjadi. Sebagian yang bisa tercatat antara tahun 1949 sampai 1968 telah dibukukan oleh DPP Paguyuban Sumarah dalam 790 halaman. Adapun pada jaman Pak Arymurti, semua Tuntunan/Ilmu yang lewat beliau disampaikan lewat ceramah, dan ini sesuai dengan pekerjaan beliau selaku Dosen.

Untuk dapatnya melihat contoh Wewarah yang lewat Pak Kino, pembaca bisa klik Di Sini


Featured Post

Perwujudan Ilmu Sumarah

     Diakui, penulis bukanlah seorang ahli dalam menjabarkan suatu masalah, apalagi yang berhubungan dengan hal-hal yang berbau spiritual, h...